Sabtu, 26 Mei 2018

Pantauan Anak Rantau #2

Pada topik kali ini aku akan membahas pengalaman yang bener-bener baru ku alamin.


Entah mengapa, saat merantau aku tertarik buat 'jadi lebih baik'(aamiin). Lebih baiknya gimana? Ya lebih baik gitu, dari segi agama alias akhirat maupun akademik alias dunia. Nah, karena ketertarikan itu membuatku penasaran dengan 'ROHIS STIS'. Yap! Saat oprec UKM aku menempatkan Rohis pada pilihan keduaku! Hehe yang pertama tetap Media Kampus :v

Nggak perlu kan ya nyeritain gimana prosesnya masuk Rohis? Ya intinya, ada penugasan, aku kerjain. Seperti oprec pada umumnya lah. Meskipun aku masuk ke divisi yang bukan pilihanku, aku sangat nyaman. Mengapa? Karena Rohis itu fleksibel. Meskipun kamu berada di divisi A kamu masih bisa bantuin temen-temen yang ada di divisi B,C,D,E atau lainnya. Seru, kan? Nah tapi sedihnya, aku belum banyak bantuin Rohis buat lebih baik, namun Rohis udah bantuin aku buat lebih baik(aamiin).

Di Rohis ini bener-bener tempat yang aku cari. Banyak temen-temen yang berjuang menjadi lebih baik di sana. Mereka bener-bener saling support, ya walaupun malu-malu, alias nggak secara langsung. Bener-bener pengalaman baru yang aku dapat seumur hidupku. Duh, gimana ya nyeritainnya wkwkwk

Okey, di Rohis ini aku kenal buanyaaaaaakkkkk banget orang, dari akhwat hingga ikhwan. Akhwatnya, subhanallah. Bener-bener buat aku takjub. Mereka bener-bener bidadari syurga menurut Intan, suciiiii banget, alimmmm banget, lembut bangett. Intan jauh dari itu semua.
Selain mengenal banyak orang, di Rohis pertama kali aku mengikuti syuro atau musyawarah yang diberi pembatas antara laki-laki dan perempuan. Subhanallahh... Mereka benar-benar saling menjaga. Aku merasa bersalah gitu, setiap ada agenda Rohis nggak bisa benar-benar ngikutin rutin, seperti kajian. :'(. Adajuga beberapa agenda dengan Rohis yang kulewati :'(

Selain banyak kenalan, Rohis ini baik banget. Waktu itu, sedang pembukaan pendaftaran panitia Fisra 1439H. Agenda rutinan tiap ramadhan gitu, agendanya Rohis. Entah mungkin Intan terlalu sibuk, sampai lupa mendaftar, padahal pengen banget, sekalian nyobain Ramadhan di kota rantau tuh seperti apa, dan Fisra itu ngapain?? Kesibukan Intan baik kuliah maupun tetek bengeknya, membuat Intan melewati jaauuuhh banget waktu penutupan Fisra :'(. Sepertinya selisih 2 minggu setelah proses wawancara calon panitia, Intan baru daftar hehe. Bingung kan Intan, mencoba menghubungi sana sini, dapatlah kontak semacam penanggung jawab kepanitiaan Fisra khusus Akhwat, kak Laila namanya. Kakaknya baik banget, dia yang mewawancarai Intan, online. Wait? Online?  Kook bisa? Ya bisa dong. Intan mencoba tanya, kakaknya mengizinkan Intan untuk daftar, kemudian di tes deh. Waktu itu disuruh milih divisinya, karena Intan lagi pengen yang berbau-bau sosial, ya Intan pilih deh Divisi Sosial. Dari sini semua bermula!

Dari Rohis, panitia Fisra, Intan mendapat banyak hal. Menghargai waktu, membuat relasi sebesar-besarnya, pergi ke Masjid tanpa perlu ragu, sabar, ah banyak banget yang Intan dapat dari sana. Pengen rasanya, istiqomah pada pendirian, Selalu berjalan menuju kebaikan, tapi rasanya Intan jauh dari itu, proses belajar Intan masih jauh yang diharapkan. Walau kadang merasa minder, Intan tetap percaya diri, benar, Intan dibantu oleh mereka, menuju yang lebih baik!

Semoga, kita dipertemukan di padang mahsyar, saling membantu kelak di dunia maupun di akhirat, kemudian membangun istana bersama di Surga Allah, aamiin!

Rabu, 02 Mei 2018

Pantauan Anak Rantau

Aku ingin bercerita, bukan tentang asmara. Namun tentang pertemanan.

Rantau. Pelik, namun harus dijalani. Berpisah dari teduhnya keluarga di rumah, berserak dengan teman dekat yang mengerti segala isi hati.
Rantau. Baru, yang harus kita terima untuk dapat bertahan. Keluarga baru mulai tercipta dengan sendirinya. Kesamaan daerah, selera, tujuan, atau bahkan nasib, membentuk keluarga baru nan harmonis. Bukan keluarga sedarah sedaging, namun keluarga yang selalu mendukung dan menolong dalam segala situasi. Keluarga, sekaligus teman.

Aku tahu, membentuk keluarga dari pertemanan baru itu memang susah. Kamu harus menyatukan karaktermu yang berbeda dengan mereka agar tetap bertahan. Entah kamu yang harus mengalah, entah mereka yang harus mengalah, mengikuti karakter masing-masing.

Sedih. Saat aku pikir sudah tercipta keluarga di antara kita karena kesamaan tujuan, namun tiba-tiba hilang. Lenyap sebab masalah klise. Tak bisa menerima karakter, mungkin akar permasalahannya itu.

Aku tahu, mungkin aku berbeda dengan apa yang kalian harapkan. Mungkin kalian tak seterbuka aku, tak sepemberani aku, tak semudah menerima hal baru seperti aku.
Aku sadar, kalian tak bisa memaksakan menerima aku dalam hidup kalian untuk menemani kalian di tanah rantau. Meskipun tak sesempurna kawanmu dari tanah lahir, namun aku berusaha memberikan yang terbaik, agar kita bisa membentuk keluarga baru dengan karakter kita masing-masing, yang berbeda dengan yang di tanah lahir.
Aku bodoh, memaksakan kalian untuk menerima semua kekuranganku.

Selama setahun ini, karakterku mungkin banyak berubah dari sebelumnya. Namun sepertinya itu penting untuk membentuk suatu relasi baru lagi. Karakter lamaku masih ada, akan tampak saat aku kembali ke kampung halaman.

Mungkin kalian berpikir "untuk apa mengubah karakter diri sendiri demi sesuatu yang belum pasti buat kamu nyaman?" Iya aku tahu, namun apa salahnya mencoba menerima dulu, membuka hati selebar-lebarnya untuk mencipta keluarga baru. Aku tahu itu susah, kamu harus mengorbankan kenangan-kenangan indah bersama teman lamamu yang telah membuatmu nyaman di antara mereka, kemudian kamu harus menyisihkan ruang kosong untuk wadah kenangan baru di tanah rantau, pasti "Ah gak mau, sayanglah. Aku masih ingin dengan mereka"

Kawan, terbukalah. Bukalah hatimu selebar-lebarnya. Kita diciptakan untuk membentuk hubungan. Aku tidak memaksamu untuk melupakan kawan lamamu, sadarlah, kami di sini ada bukan untuk menggantikan posisi mereka dari hatimu. Bertemanlah dengan siapapun namun tetap harus kaupilah mana yang selaras denganmu. Namun jangan menjauh bila memang bukan hasil pilahanmu. Kawan, aku hanya ingin berteman denganmu, mari kita ciptakan hubungan baru nan harmonis. Aku ingin menemanimu di kala sepi, pun aku.

Kawan, kemarilah.


Minggu, 15 April 2018

Lu-Luh Lan-Tak

Aku tak memahami diriku sendiri. Mencoba memberi kesempatan untukmu, namun aku beranjak pergi, berlari, meninggalkanmu sendiri.


Perasaan memang tak bisa dibohongi. Aku bisa saja bilang 'Aku biasa saja dengannya', namun hatiku merasa aman di dekatnya. Bodoh? Bukan bodoh, itu alami.

Dulu, aku yang paling mengelak. Aku percaya, aku akan baik-baik saja dengan keakraban seperti ini, aku pikir, hatiku akan menerimamu tanpa rasa berlebihan. Namun waktu mengubahnya. Semakin lama, kurasa semakin intim. 

Sebenarnya, aku lah yang mengawali. Bodohnya, aku tak menghenti. Aku mengira, aku akan baik-baik saja bersikap seperti ini, nyatanya hatiku menampik. IA MULAI BAHAGIA DI DEKATMU! Lantas siapa yang bertanggung jawab?

Perlahan, waktu mulai mengayun lamban. Setiap malam, sebelum tidur, suara paraumu menggema ke kuping kecilku. Ceritamu, lawakanmu, semua yang kamu lontarkan, mampu membuatku luluh. 

Aku merasa, aku baik-baik saja, nyatanya hatiku tak sedang seperti itu. Semakin lama, aku semakin merasa berdosa, dengan diriku sendiri, dengan dirimu lebih. Aku merasa menodai hati sucimu, yang telah kamu jaga seumur hidupmu. Sikapku mengacaukan heningnya hati sucimu, maafkan aku, telah membuatmu lantak.

Kamu tahu? Perasaanku selalu gelisah setiap jauh melihatmu. Dan perasaanku selalu gembira ketika bayangmu tampak di pelupuk mataku. Hatiku rapuh, saat aku tahu kamu menikmati waktu dengan yang lain, semacam iri? 

Kamu tahu? Aku menulis ini dengan perasaan campur aduk. Degup hati kencang, pikiran kacau, mata mulai sayu, aku menghancurkanmu.

Aku sempat berharap, kepada yang kuasa, memintamu untuk jadi pendamping tidur di setiap malamku, nanti. Aku pun meminta jikalau kedekatan kami, jangan disusun sekarang, nanti saja kalau sudah tampak takdir itu. Nyatanya, hatiku tak mampu. Ia menguasai, ia bodoh, membuat terbang lalu mematahkan sayapnya sendiri sampai jatuh tersungkur.

Aku meminta, supaya ada jarak di antara kami. Supaya kami bisa menjaga hati kami tetap suci, hening, untuk diberikan kepada pendamping kami nanti. Aku meminta, supaya hatiku selalu membatasi diri untuk tidak bersikap berlebihan terhadapmu. Aku meminta, berilah seseorang penghalang, supaya aku bisa sadar diri lalu bergerak mundur walau kamu mulai menyalakan lampu hijaumu.  Aku meminta, supaya aku dan kamu akan selalu berada dalam keadaan baik-baik saja.
Mungkin Tuhan langsung menjawab doaku. Dengan memberikan pedihnya harapan berlebihan mengenai seseorang, Dia menghadirkan sosok penghalang, yang benar-benar menendangku mundur. Kini aku harus bergerak, menjauhimu, demi kebaikanku dan kebaikanmu. 


Mungkin, Tuhan menyayangi kita, menjauhkan kita untuk sementara ini, supaya kelak mendapat kedekatan yang sah. 
Maafkan aku yang terlalu dini, mengharapkanmu untuk selalu ada di lubuk hatiku.

Sabtu, 03 Maret 2018

Manusia Penjaga Hati (Suara hatimu)

Waktu itu, kamu datang ke kontrakanku. Niatnya belajar sih. Sepertinya, kamu waktu itu datang diajak temanmu ya? Itu pertama kali aku tau kamu, tau namamu.
Iseng-iseng, aku ikutan belajar bareng kamu, aku tidur kamu bangunin, sabar juga ya kamu hehe, ada yang gapaham pun kamu ajarin, tuhkan sabar. Hehe.

Semenjak itu, kita makin akrab, kamu sama aku sama-sama satu perkumpulan. Setiap ada kita muncul di grup, kita selalu dibully sama anak yang lain, dicocok-cocokin lah kita, hehe, lucu kan? Kamu diam aja sih waktu itu. Aku juga berusaha cuek sih, tapi, semakin lama, semenjak guyonan itu, tiba-tiba kita makin akrab. Tiap kali keluar, kamu selalu mendekat, ya walaupun mengobrol sesaat. Ternyata kamu orangnya asyik, terbuka, dan ceria. Entah, aku tak pernah melihatmu sedih.

Oh ya, waktu itu, kamu pernah menceritakan sosok yang kamu kagumi sewaktu di kampus mu yang dulu, ya sekarang sudah jauh. Waktu itu aku tau, ternyata kamu sedang mengidam-idamkan sosok lelaki. Waktu kita hendak berangkat nonton, waktu itu kamu bercerita dengan ketiga temanmu, ya saat-saat kamu di kampus lamamu, bersama lelaki itu. Aku mendengarnya, namun tak perlu mengingat lah, buat apa, hehe. Bingung saat itu, kamu menceritakan siapa sih, kenapa cerita soal lelaki itu? Pokoknya aku bertanya-tanya soal itu. Selang beberapa waktu, pertanyaanku terjawab, dari sebuah permainan dimana yang kalah harus memilih Truth or Dare, dan kamu memilih Truth waktu itu. Disuruhlah kamu meceritakan siapa lelaki itu dan hubungannya denganmu. Nah, saat itu aku tau, kamu sedang mengagumi sosok lelaki, namun kamu bimbang mau meneruskan untuk mengagumi, atau berhenti disana, karena lelaki itu, kini telah jauh dari pelupuk matamu. Sedikit senang saat mendengar kabar ini, hehe.

Entah kenapa, aku selalu mau dan sigap saat kamu membutuhkan bantuanku. Kamu minta gorengan waktu itu, aku belikan, senang gitu saat lihat senyum kamu dapet gorengan yang gak seberapa itu. Selanjutnya, kamu minta ayam McD, aku ke kosmu malam-malam untuk mengantarkan itu, jauh-jauh, lelah, tapi terbayarkan saat kamu senyum sumringah. Berkali-kali ucapan terima kasih keluar dari bibir manismu, ya, aku ikut senang.

Kamu juga baik, setiap kali aku meminta bantuan, kamu selalu siap membantu, meskipun kadang aku tak tega, dan ingin sekali mengurungkan niat meminta bantuanku saat lihat wajah murammu. Saat itu aku panik, ingin menanyakan ada apa, tapi nyaliku ciut, ya, aku hanya diam-diam mendengar ceritamu kepada tiga orang temanmu itu. Ingin rasanya menghibur, namun aku sadar diri, siapa sih aku?

Kamu suka bernyanyi, kamu senang dengan orang yang bermain gitar. Entah saat itu, aku ingin belajar gitar. Kamu juga mendukungku waktu itu, seolah-olah kamu berharap aku bisa bermain gitar mengiringimu bernyanyi.

Puncaknya, saat kamu membuat status "Baper, jangan?", aku merasa, aku takut membuat kamu baper denganku. Waktu itu, hpku rusak, layar nggak bisa disentuh, dan keyboard hp pakai autocorrect, ketika aku hendak menuliskan kata "ya", kepencet "yang", ketidaksengajaan yang menjadi kebiasaan, dan aku terbiasa menggunakan kata itu, aku menganggap kamu baper dengan itu.
Kemudian, saat aku sedih, karena aku tidak bisa pulang ke pulauku. Tidak ada kapal, tidak ada yang bisa nyebrang. Aku sedih, kamu ada menemaniku. Mencoba menghiburku dengan segala caramu. Seminggu aku di Pulau Jawa, ditemani hari-hari bersama kepedulianmu. Aku berangkat ke pulauku di hari ke 7 aku di Pulau Jawa. Aku memberimu kabar, dan kamu, sangat senang waktu itu. Kamu meminta ijin untuk menposting foto pelabuhan dan memberi ucapan hati-hati, aku senang.
Semenjak di pulauku, aku tidak intens menghubungimu karena susahnya sinyal disana. Aku berharap kau baik-baik saja.

Semakin lama, aku baru menyadari, aku sudah terlanjur jatuh hati. Aku tidak bisa menjaga hati, sesuai janjiku dulu kepadamu. Berbagai cara aku berusaha supaya tak mudah aku jatuh. Gagal dan gagal.

Mencoba mendekat dengan sosok yang lain, namun justru membuatku gelisah, sejauh apapun kita, hatiku masih ada dirimu, maafkan aku.
Aku memang baik, kepada semua orang, mungkin teman wanitaku, tapi aku tidak bisa, baik kepada mereka sebaik aku pada dirimu. Kamu tetap yang utama.

Apa yang kamu lakukan kepadaku, tak pernah ku protes. Kamu mengajak untuk jogging bareng, semampuku aku turuti maumu, menemanimu jogging di pagi hari. Aku chat kamu, kamu membalas, saat itu aku bergegas menuju tempat jogging. Satu jam menunggu, kamu tak ada kabar, aku chat mulai tidak membalas. Tiba-tiba ada notifikasi masuk darimu, kamu baru bangun tidur dan langsung panik saat itu. Ingin rasanya aku marah, tapi tak bisa, sudah terlanjur luluh aku. Aku bilang tidak apa-apa, dan kamu seperti merasa bersalah, hehe. Selama apapun kamu menyuruhku untuk menunggu, aku akan menunggumu di tempat yang kamu mau, asal kamu kembali.

Sehari kemudian, kamu mau menemaniku berjalan jauh, kemanapun kita pergi, tak mengeluh, dan kamu senang, meskipun waktu itu aku melihat muka lelah wajahmu. Ingin kuusap keringat itu, namun aku sadar, lagi-lagi aku bukan siapa-siapamu. Hari itu, aku merasa kamu menjaga jarak denganku, namun ternyata tidak, sikapmu masih seperti dulu.

Keesokan harinya, kamu sakit, meminta bantuanku untuk membelikan makan. Khawatir, aku takut kenapa-napa. Aku menuruti maumu, membeli makanan dan mengantarkan ke kosmu. Pucat wajah itu, ingin sekali mengusap, namun aku sadar, aku bukan siapa-siapa.
Waktu itu aku menganggap waktu yang tepat, kucurahkan semua yang ada di hatiku, kegelisahan saat bersama dirimu. Responsmu? Biasa saja. Namun aku lega, entah bagaimana ke depannya. Semoga selalu baik-baik saja. Terima kasih, telah menerima ceritaku, walau mungkin aku tau kamu bimbang ingin membalas apa, yang penting terima kasih banyak.

Maafkan aku yang belum bisa menjaga hati ini baik-baik disampingmu, maafkan aku yang mengagumimu terlalu dalam, maafkan aku.
Janganlah kamu menjauh, tetaplah kamu yang ku kenal, yang selalu mengeluhkan kesahmu kepadaku, yang membagi bahagiamu bersamaku, jangan berubah. Mari saling beriringan. Bantu aku agar aku tak mudah lemah di hadapanmu. :'')





Inspired by: Manusia Penjaga Hati, yang mungkin sedang kusakiti hatinya............

Minggu, 04 Februari 2018

Diakah sosok yang menggantikan?

Awal pertemuan kita, saat aku mendaftarkan diri dalam sebuah kepengurusan. Tidak ingat secara rinci sih, tapi aku ingat, kita satu ruangan. Kamu yang mengujiku saat itu. Beberapa pertanyaan terlontarkan oleh si penanya, dan aku menjawab asal-asalan, sok-sok meyakinkan mereka agar lolos, hehe, licik memang.

Ternyata hasil dari aku berbual itu, aku masuk ke dalam kepengurusan yang berhubungan dengan otak. HELL! Aku ikut ini karena ingin menambah pengalaman dan kenalan dengan dia, hehe!
Berat hati, aku menerima semuanya. Dan ternyata kini sudah hampir ku lalui 1 semester kepengurusan itu.

Harapanku untuk mengenalmu dalam kepengurusan, terpaksa kandas. Namun, ada seorang temanku. Si Penanya saat itu. Ia membawaku, mengenalmu.

Kamu, lelaki yang tinggi semapai, berhidung sangat lancip, manis, pandai dalam mengalunkan petikan gitar, suara yang meneduhkan, kesabaran dan kewibawaan yang menambah tingkat kharisma. Aduh! Kayaknya aku sudah jatuh terlalu jauh dalam jurang yang curam ini!!!

Kamu pandai, pandai mengolah kata, bukan menjadi manis nan romantis, namun manis dan tepat mengenai hati. Sikapmu masih sering ambigu. Terkadang baik, baik sekali, hingga aku terlalu berimajinasi jauh tinggi. Terkadang menjengkelkan, hingga aku malas bertemu denganmu, dan seperti merasa bersalah. Ya, merasa bersalah, pasti kamu menjengkelkan karena aku yang membuatmu jengkel. Aku selalu menjaga diriku, menahan diriku, melawan diriku (mungkin), agar aku tidak terlalu jauh jatuh dalam ilusiku. Aku menjaga diriku, agar selalu membuatmu bahagia, tanpa merasakan atau bahkan tau mengenai benih rasa ini. Aku akan diam, dan hatiku akan kupaksakan membisu.

Waktu demi waktu, aku semakin mengenalmu. Jauh dari bayanganku saat itu. Kamu mengenalku dengan baik. Aku cukup senang. Cukup saja. Aku takut terlalu berlebihan akan membuatku geram sendiri, menyesal sendiri, dan gundah sendiri.

Aku senang mendengarmu bersenandung, walaupun suaramu parau. Setiap malam, mungkin aku menyempatkan diri, dalam sunyinya malam di dalam sepinya kamar, mendengar alunan petikan gitarmu dan mendengarmu bernyanyi. Mungkin itu membuatku hanyut dalam ilusi, suaramu meneduhkan hatiku.

Saat kita (dan yang lainnya) pergi ke sebuah tempat, untuk having time. Atau saat aku menuju tempat berkuasamu bersama tiga teman perempuanku lainnya, aku merasa aku ingin disana terus. Walaupun mungkin kadang kamu sibuk sendiri, tak menggubris ku(atau kita) disana. Namun kamu baik. Baik sekali. Kamu selalu mau menuruti kita yang "ribet dan bersuara pas-pas an ini" untuk memainkan gitar demi mengiringi kita bernyanyi. Saat itu, terasa dunia seolah bersatu padu, menyelaraskan nada dan suara yang ah, intinya aku senang bila menghadapi saat-saat itu.

Kamu pun bijak, dalam berkata, bersikap, mengambil keputusan, selalu mampu menemukan solusinya. Kata-katamu, yang tersusun dalam satu atau berbait-bait sajak, mampu mengenyuhkanku. Seolah-olah hanyut dalam alunan kata yang kau susun. Meskipun terkadang, aku cemburu, karena kamu menulis sajak itu pasti untuk orang spesialmu! Ah tenang saja, hanya sebatas cemburu yang wajar, sedikit sekali!

Namun saat ini aku merasa kamu belum menemukan solusi agar aku tidak marah lagi pada teman-temanmu itu karena guyonannya. Namun semalam kamu sudah berupaya mengajakku berdamai, hanya saja, aku masih sakit, gelisah, masih kecewa, membutuhkan kesendirian, dan merenunginya sendiri. Jadi terpaksa kamu aku cuekin!

Perlahan aku sadar. Aku tidak bisa seperti ini. Kamu terlalu jauh bila harus berdamping denganku. Tubuh tinggi semampaimu tak pantas bersanding denganku yang mungil dan harus mendongak ke atas bila berjalan dengamu.

Kamu kalau balapan sama aku pasti menang loh. Tubuhmu tinggi semampai, aku pendek merengkuk. Hidungmu lancip ke depan, aku tumpul ke belakang. Suaramu parau namun masih tertutup alunan gitar yang syahdu, suaraku, seolah mengenyahkan dunia. Kamu keras dan tegas, aku lemah dan lembut. Kamu KS aku ST.

Intinya, disini aku sedang mengalahkan otakku untuk tidak terlalu hanyut dalam ilusiku ketika kita berdekatan. Aku sedang mengalahkan egoku agar tidak memaksamu membubuhi hatimu dengan rasa kepadaku. Aku sedang mengalahkan kesadaranku bahwa kamu terlalu jauh untuk kugapai, terlalu mustahil untuk kumiliki. Eh tapi aku punya Allah loh, siapa tau Dia berkehendak, eh tapi ga mungkin ya. Doamu kan lebih manjur dari aku, kamu sudah mendekati Allah sejak dulu, nah aku, baru beberapa waktu.

Semoga kamu adalah sosok yang menggantikan sosok lampau yang enyah.
Tapi tetap aku masih punya tugas, agar tidak terlalu hanyut dalam ilusi melodi jemarimu yang memetik senar kokoh nan romantis itu, senar itu. Beruntungnya kamu, nar.