Minggu, 24 Desember 2017

Mengabadikan Bajingan (oleh; Sukron, Intan, Irul, Yuniar)



Sebut saja ia bajingan
Namanya garang, namun nyalinya tak sekuat karang
Sajak ini akan panjang
Tentangnya yang mengaku sopan dan tahu aturan
Berhentilah disini jika kamu yakin tak mampu melanjutkan
Karena frasa-frasa berikutnya akan bercerita tentangnya dengan cara yang berbeda

Mau sampai kapan ia bersembunyi di balik tameng ketakutan, sedang di luar sana butuh ia sebagai perlindungan
Mau sampai kapan ia terkurung dalam nestapa, padahal ada bahagia yang menantinya
Mau sampai kapan ia terus memikirkan kritik yang mengusik, sedang di luar sana banyak yang menginginkannya bangkit
Aku masih menunggu kisah bajingan, yang katanya masih sopan dan tahu aturan
Aku masih menunggunya membuktikan, bahwa egonya bisa dikalahkan
Bahwa ia bisa meruntuhkan tameng ketakutan

Keluarlah, bajingan!
Kamu terlalu berharga bila harus terkurung dalam cangkang
Taruhlah hatimu padanya
Agar ia mampu menjagamu dari sesorang yang benci pada ‘bajingan’mu itu
Berhentilah bersembunyi, bajingan!
Ada banyak cerita yang harus kau jalani setelah ini, entah bersamanya atau sendiri
Bila ada yang benci jangan peduli, karena hidupmu bukan urusannya lagi

Bajingan yang tangguh
Ajarkan aku tentang ketangguhanmu agar bisa lalui semuanya secara utuh
Aku tahu kamu kuat kendatipun terikat
Aku tahu kau masih bisa bergerak meskipun hanya merangkak
Kau bilang bajingan yang sopan dan tahu aturan
Buktikan, bajingan!
Bahwa kau benar-benar di luar dugaan yang selama ini pembencimu pikirkan
Bajingan itu ketakutan
Takut tak bisa seperti yang diharapkan

Bajingan itu juga manusia
Bukan malaikat juga bukan dewa
Kamu terlalu rendah untuk dianggap manusia, terlalu tinggi untuk dianggap malaikat
Bajingan, kamu ini apa sih?!
Bajingan  itu ada
Tapi tak bisa digambarkan dengan kata-kata, tak bisa diilustrasikan dengan frasa
Tapi kenapa ia jadi candu bagi orang-orang di sekitarnya?
Termasuk aku di antaranya

Aku iri pada dia yang mampu membuat bajingan melemah
Aku iri pada dia yang mampu membuat bajingan itu jatuh dan tak sanggup bangkit
Aku ri pada dia yang membuat pandangan bajingan itu mengarah pada mata yang sama
Jangankan menatap punggungnya
Malamnya bajinganpun tetap panas walau dalam hujan yang deras
Dihantui keberadaannya
Cinta tak akan pernah melemahkannya
Dia menguat karenamu, bajingan!
Sebab ia memilikimu yang akan menjaganya dengan aman, menemaninya dengan nyaman, dan menawannya dengan rupawan
Bolehkah aku mengenalnya, bajingan?!
Atau bila anganku lebih jauh lagi, bisakah aku menjadi dirinya, bajingan?!

Akankah bajingan itu tertawa melihatku yang menantinya tanpa henti?
Kapan bajingan itu sadar bahwa ada aku disini?
Sadarkah bajingan kalau kehadirannya dinantikan?
Mau sampai kapan?
Haruskah sampai bumi berhenti berputar sebagimana aku berhenti mengejar?

Bajingan itu lemah pada orang yang dicintainya
Bajingan itu rapuh
Ia menyimpan luka, beban yang tak bisa sembarang cerita
Mungkin lewat sajak ia menuangkan segala emosinya
Karena yang dicinta tak kunjung menemuinya
Baru kali ini aku menemukan lelaki sepertinya
Memiliki cara yang indah menyalurkan keluh kesah
Menampik kesempurnaan lewat frasa ‘bajingan’
Namun renda kata-katanya selalu dirindukan
Caramu benar-benar bajingan!!
Kamu mau tahu kenapa kau jadi benar-benar bajingan?
Karena caramu memikat lewat kata dan frasa sudah sangat-sangat bajingan!
Saking indahnya

Bagaimana bisa kau memikatku lewat kata-katamu, sedang kau katakan bajingan pada dirimu
Bagaimana bisa kau buatku rindu sajakmu, sedang meruntuhkan egomu saja kau tak mampu
Bagaimana bisa aku mengharapmu melihatku, sedang bagaimana cara menatap yang kau cintapun kau tak tau
Kurasa bajingan itu tidak waras
Pantas sudah jika wanitanya tak pernah berpapas
Sungguh, aku iri pada wanita yang sedang ia perjuangkan tanpa lekas

Bajingan, ku tiupkan buih kerinduan dalam sajak ini
Semoga kau bisa rasakan gerakan dan hembusan nafas saat jemari ini menari
Bajingan
Delapan huruf terangkai sederhana namun membentuk sosok luar biasa
Tidurlah, bajingan
Sajaknya mampu membuatku merindu, kata-katanya menggelisahkan malamku, dan senyumnya adalah candu
Tidurlah, bajingan 
Mungkin lamunan tentangnya mampu mengantarkan alam mimpi padamu
Namun jangan mimipkan dia, sebab aku pasti cemburu
Tidurlah, bajingan
Malam akan panjang
Tak cukup waktu untuk memikirkan
Bunuh malam ini perlahan dengan cinta yang kau simpan
Meski aku tak pernah tau nama siapa yang kau sebutkan

Bajingan itu tertawa membaca sajak ini
Tahukah kau, bajingan?
Tertawamu ditertawakan waktu
Dalam detik demi detik yang kau bunuh, ada kesempatan yang berhenti tumbuh
Dan langkahmu semakin jauh
Sedang aku hanya mampu menikmati tawamu dari jauh
Ah....sudahlah!
Cukup kau masih bernafas, aku sudah bahagia

Mandailing Natal – Solo – Tulungagung – Lumajang 
Sabtu, 23 Desember 2017 – 23.57 WIB

Rabu, 20 Desember 2017

Suatu Hari di Hari Keputusan

Selamat Hari Keputusan tepat 1 tahun

Tepat hari ini, adalah hari dimana kita sudahi semua kisah kita
Kesepakatan untuk bergerak sendiri, tanpa ada kebahagiaan bersama, berjuang bersama, kembalilah kita pada aku dan kamu
Sudah tepat setahun aku berjuang sendiri tanpa dirimu

Tepat satu tahun yang lalu, kamu bilang kita sudah tak bisa bersama lagi
Kamu memilih pergi meninggalkan aku sendiri
Memintaku untuk menyadari kesalahan diri ini
Kamu membuat aku sedih
Terpuruk
Hidup tanpa dirimu
Awalnya aku kesulitan, aku keberatan
Berbulan-bulan sebelumnya, aku selalu bergantung padamu
Menikmati kebahagiaan bersama, bercerita bersama, tertawa bersama
Kamu berikan aku bahagia
Berbulan-bulan sebelumnya, aku selalu menunggu kabarmu
Menanti setiap detik perhatian darimu
Terkadang hanya ucapan "aku hari ini lelah sekali, mau istirahat dulu ya"
Aku lega, walau kenyatannya malam itu aku sendiri
Kamu sedang beristirahat
Saat itu kamu berikan aku kenyamanan
Berbulan-bulan sebelumnya, aku selalu ditemani dirimu
Kamu yang selalu mengerti keadaan aku
Setiap aku sedih, kamu selalu ada untuk menghibur
Aku senang
Saat itu kamu seperti separuh jiwaku

Namun itu hanya sesaat
Tiba-tiba kamu berubah
Perhatian yang hilang entah kemana
Kabar yang selalu tak tepat
Pendapat yang selalu berbeda
Perlahan kamu mulai hilang
Kamu yang dulu, yang selalu ada untukku
Mengerti semua keadaanku
Tiba-tiba berubah
Kamu pernah mencelaku, mencaciku, dan aku sakit
Kamu tak pernah seperti itu sebelumnya

Kemudian baru aku sadari
Kamu lelah menghadapiku
Kamu lelah aku gantungkan, lelah selalu memberi kebahagiaan kepadaku, namun tak pernah ku beri kebahagiaan untukmu
Kamu lelah memberikan aku kabar, namun tak pernah diberi kabar olehku
Kamu lelah mengerti aku yang tak pernah mengerti kamu

Dan saat itulah, tepat satu tahun yang lalu, kamu meminta kita untuk berpisah
Memintaku untuk memahami diriku
Kamu pergi, karena lelah
Dan aku baru menyadari itu
Setelah kita berpisah cukup lama

Terima kasih atas waktu yang telah kita gulir bersama
Terima kasih atas kebahagiaan yang telah kita cipta bersama
Terima kasih atas cerita yang telah kita ukir bersama
Terima kasih atas cinta di atas segalanya

Aku minta maaf bila aku pernah egois
Membiasakan hidup tanpa dirimu yang sebelumnya bersama dirimu, itu susah
Ternyata waktu bergulir begitu cepat
Aku sudah tidak lagi bersedih atas kepergianmu
Aku sudah tidak lagi memberatkan kamu bersama kekasih lain
Aku sudah bahagia

Kan ku simpan semua cerita kita, semua kenangan kita, pada ruang kosong, hampa, gelap tanpa cahaya. Ruang yang jauh, dan aku tak bisa menggapainya
Aku masih menyimpan itu, aku tidak mau melupakannya
Karena bagaimanapun itu tetap skenario Tuhan atas kita yang pernah berdosa
Bertukar kasih sayang di luar mahran
Astaughfirullah haladzim
Biarkan tersimpan dalam ruang yang kosong
Jangan kau cari ruang itu
Biarlah ruang itu sendiri
Karena itu yang bisa membuat ia tenang

Kamis, 30 November 2017

Aku Nggak Tahu Harus Dikasih Judul Apa, terlalu speechlessss....

Sebuah keraguan bahwa aku bisa menerima semua keadaan ini. Hal baru yang kutakutkan, aku tak bisa menjadi aktif lebih dari sedia kala.
Aku tahu semua membutuhkan proses, adaptasi, saling mengenal satu sama lain.

Rumah, bayangan awal yang selalu kurindukan
Aku takut kesibukan, yang akan membuatku jauh dari kedamaian
Namun siapa sangka. Aku nyaman dengan kesibukan. Aku mengenal banyak hal, banyak teman, banyak pengalaman, banyak pelajaran yang sulit ku deskripsikan dengan kata-kata.

Bertemu orang yang baru, hal yang kutakutkan "aku tidak bisa ramah dan menerimanya". Hal kuno bukan? Namun disini, semua berbeda. Jauh berbeda dengan persepsi kunoku. Semua menerimaku dengan senang, lapang, dan terbuka. Aku? Aku senang. Aku nyaman berkenalan dengan mereka. Sesuatu yang baru, sifat yang baru, gaya yang baru, kebiasaan, sikap, karakter, emosi, dan cerita yang baru.

Aku bersyukur, Allah menempatkanku disini, semoga selalu disini, yang awalnya 'Aku mau disini saja, nggak mau ke Jakarta, aku nyaman disini" Namun sekarang, aku sangat nyaman disini.

Orang baru, suasana baru, membentuk jiwaku yang baru. Kenyamanan, keterbukaan, kebaikan, dan segala aspek yang mereka berikan membuatku betah.

Ibu, Ayah, kalau memang aku kelak tidak sempat pulang, mungkin disini aku betah, aku mau mencari jiwaku, jiwa yang belum ketemukan sejak dulu. Yang sempat kucari-cari sejak menengah pertama, yang rela kuhabiskan waktu istirahatku dengan perjalanan panjang, hingga menengah atas yang kumulai paham kemana tujuanku, DISINI STIS.

Aku menemukan yang baru disini, sesuatu yang belum pernah kubayangkan akan seperti ini. Bersyukur. Berteman dengan mereka, dari berbagai suku, daerah, perbedaan bahasa, budaya, menyatukan kita, Darah Indonesia mengalir bila kita berkumpul.

Indonesia sangat terasa disini, Bukan Jawa, namun INDONESIA.
Semoga aku bisa menemukan jiwaku disini...

Bimbing aku, ingatkan aku, tegarkan aku
Aku gadis yang rapuh, yang mudah tergores hatinya, mudah terpatah semangatnya, mudah lupa ingatannya
Dengan kalian, aku bisa bertahan, bisa menjelajah kemanapun, aku menerima kalian sebagaimana kalian menganggapku
Bertahanlah seperti ini, hingga penempatan hehe...


Aku memang menemukan yang baru, nyaman dengan yang baru namun bukan berarti aku melupakan yang lama, aku tetap merindukan kalian, kisah lamaku, dalam ingatan mungilku, yang terkenang sepanjang hidupku, hehe

Minggu, 05 Maret 2017

Hujan #2

Di bawah rintik hujan, aku berpikir "Akankah ada suatu masa yang akan membawa kita kembali" lalu aku kembali berpikir "buat apa mengharapkan masa untuk kembali, kalau orang yang akan dituju kembali tak mau menerimamu lagi"
Jangan terlalu banyak berpikir. Ikutilah alurnya, jalannya, seperti air hujan. Sederas-derasnya air hujan, mengalir ke tanah, ia punya pilihan, terserap ke tanah atau kembali ke laut. Ibarat kita, biarlah mengalir alur hidup kita, kalau sudah waktunya, biarlah waktu menentukan apakah kita akan terserap ke jalan lain atau kembali ke jalan kita.

Kamu aku panggil hujan, karena datangmu saat hujan, lalu pergimu ditemani hujan, hujan di hatiku
Akan aku bangun sebuah bendungan, untuk menampung air darimu(hujan) agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Semoga kita bisa dipertemukan kelak (walau hanya sekadar dipertemukan) tidak kembali seperti dulu kala.

Aku berharap, semoga tidak ada orang yang menghancurkan bendunganku dan membawaku ke tempat ternyaman yang telah dibangun orang itu

Aku hanya ingin denganmu(maaf aku egois) kalau toh ternyata kita tidak dapat bersama, jangan hancurkan bendungan ini. Agar manfaatnya dapat mengalir.

Jumat, 17 Februari 2017

Hujan #1

Sore hujan :)
Aku menulis ini sewaktu hujan di sore hari, hari itu.
Aku hendak bercerita betapa aku rindu akan hadirnya dirimu. Tiba-tiba udah ngomong rindu aja ya hehe :)
Rindu saat hujan, di bawahnya selalu ada kita. Bukan senang-senang dengan hujan namun sibuk mencari tempat teduhan. Kita, dulu kenal berawal dari hujan. Hari Rabu, minggu pertama Bulan Maret tahun 2016. Kita, pergi menuju sebuah bukit. Bukit indah, yang menjadi saksi buta kita tertawa bahagia. Saat itu pertama kalinya, aku mengenal sosok sebaik kamu, begitupun kamu pertama kalinya mengenal sosok menyebalkan seperti aku :). Bukit berawan, di atas ketinggian 2900m. Kita berbagi cerita, menghabiskan klitikan, mendengarkan lagu, lagu Hujan. 
"Kan lagi cerah, kenapa lagu yang muter hujan sih" 
"Gapapa, aku suka aja sama lagu ini"
"Kenapa?"
"Suka aja sih, enak didengerin, coba dengerin"
"Hm"
Sepotong percakapan disela-sela suara renyahan klitikan di mulut kita. Di atas bukit itu, berjam-jam kita menghabiskan waktu bersama, mengenal satu sama lain dari keasingan kita. Permulaannya ada di bukit itu.
Waktu sudah menunjukkan kegelapan pada langit, bukan sudah senja, namun mendung. Tetes demi tetes hujan mulai membasahi helm kita. Semakin menuruni bukit, semakin basah kuyub. Sepeda motor mulai tak terkendali, terpaksa aku mendorong sepeda motornya di atas lumpur dengan resiko celana ku penuh lumpur,
"Ini nih baru kamu punya alasan kenapa suka lagu hujan"
Aku tersenyum. Ya kamu adalah alasan kenapa aku suka hujan dan lagu Hujan.
Kita berhenti di sebuah rumah penduduk untuk meneduh sejenak. 
Di tengah kedinginanku, jaket yang menyelimuti tubuhku belum bisa menghangatkanku. Telapak tangan pun mulai ku gosok-gosokkan, tanpa ku sadari, sudah bertengger jaketnya di pundakku.
"Pake aja punya ku kalo kamu masih kedinginan"
"Lah kamu?"
"Pake aja, yang penting kamu gak kedinginan, aku udah biasa kok"
"Makasih"
Hujan pun semakin deras, seakan menandakan ia iri dengan posisiku yang ada di sana. 
Masih banyak cerita hujan lainnya bersamamu😊